Central Bank Digital Currency (CBDC) hadir dengan peluang baru bagi sistem keuangan digital. Namun, ketika kendali penuh, transparansi data, dan pemrograman uang jadi bagian dari desainnya, muncul beragam pertanyaan etis dalam Syariah—mulai dari keadilan, privasi, hingga perlindungan hak kepemilikan.

Apa itu Central Bank Digital Currency (CBDC)?

Central Bank Digital Currency (CBDC) adalah bentuk digital dari mata uang resmi yang dikelola langsung oleh otoritas moneter suatu negara / diatur oleh bank sentral suatu negara, berbeda dengan emas dan aset kripto seperti Bitcoin. Inovasi ini membawa sejumlah potensi manfaat, seperti efisiensi sistem pembayaran, keamanan transaksi, serta kemungkinan peningkatan inklusi keuangan.

Namun, seperti halnya setiap instrumen kebijakan yang bersifat sistemik, Central Bank Digital Currency (CBDC) juga membuka ruang diskusi mengenai konsekuensi etis yang dapat timbul dari desain dan implementasinya. Dari sudut pandang etika syariah, evaluasi ini menjadi penting agar perkembangan teknologi keuangan tetap sejalan dengan nilai-nilai seperti keadilan, tanggung jawab, dan perlindungan terhadap hak-hak individu.

7 Pertimbangan yang Perlu di Evaluasi

Berikut adalah 7 pertimbangan yang perlu dievaluasi dalam perspektif syariah, antara lain;

  1. Sentralisasi Penuh dan Potensi Ketimpangan Kuasa
    Central Bank Digital Currency (CBDC) memberikan kontrol penuh kepada otoritas atas distribusi dan penggunaan uang digital. Fitur seperti pembatasan transaksi, masa berlaku dana, hingga pemblokiran saldo dapat diberlakukan. Meskipun dimaksudkan untuk menjaga stabilitas dan efisiensi, pendekatan ini berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan antara otoritas dan pengguna jika tidak diimbangi dengan prinsip keadilan (adl). Dalam etika syariah, hak kepemilikan (haqq al-milkiyah) dilihat sebagai amanah yang harus dijaga. Maka, perlu dicermati bagaimana konsep kepemilikan pribadi diterapkan dalam sistem digital yang sepenuhnya dikendalikan oleh pusat.
  2. Privasi Transaksi dan Pengawasan Digital
    Beberapa rancangan teknis Central Bank Digital Currency (CBDC) memungkinkan pelacakan seluruh transaksi pengguna secara real-time. Dalam situasi tertentu, kemampuan ini dapat dimanfaatkan untuk pengawasan atau pengendalian aktivitas finansial yang sangat rinci. Etika syariah memandang privasi individu sebagai bagian dari kehormatan dan martabat yang harus dijaga. Praktik seperti tajassus (pengintaian) memiliki batasan yang ketat dalam prinsip muamalah. Jika jejak digital dalam sistem CBDC tidak dikelola secara transparan dan terbatas, maka bisa muncul kekhawatiran akan penggunaan data yang melampaui kepentingan keadilan atau kemaslahatan.
  3. Potensi Ketimpangan Akses Digital
    Salah satu tujuan deklaratif dari Central Bank Digital Currency – CBDC adalah memperluas inklusi keuangan. Namun implementasinya bisa saja memunculkan hambatan bagi kelompok masyarakat tertentu—seperti yang tidak memiliki akses perangkat digital, jaringan internet stabil, atau identitas elektronik resmi. Dalam pandangan syariah, sistem ekonomi ideal seharusnya memberi ruang bagi partisipasi semua golongan, termasuk yang paling lemah dan rentan. Maka, ada kebutuhan untuk memastikan bahwa pengembangan sistem CBDC tidak tanpa sengaja mengakibatkan ketimpangan baru, terutama bagi masyarakat yang selama ini belum tersentuh oleh teknologi keuangan digital.
  4. Ketidakpastian Nilai Uang Digital
    Central Bank Digital Currency (CBDC) secara teknis dapat diprogram agar hanya dapat digunakan untuk transaksi tertentu, dalam waktu tertentu, atau oleh kelompok tertentu. Walaupun fitur ini dapat berguna untuk subsidi, insentif, atau pengendalian konsumsi, ia juga menyimpan potensi munculnya ketidakpastian dalam nilai atau kegunaan uang tersebut di masa depan. Etika syariah menolak praktik muamalah yang mengandung gharar (ketidakjelasan), terutama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam transaksi. Maka, fleksibilitas dan batasan pemrograman dalam CBDC perlu ditelaah secara hati-hati agar tidak menimbulkan keraguan atas nilai, fungsi, dan batas penggunaan dana yang dimiliki individu.
  5. Potensi Penggunaan dalam Transaksi yang Tidak Sesuai Syariah
    Secara teknis, CBDC adalah alat netral. Namun, dalam praktiknya, sistem ini bisa terkoneksi dengan layanan yang tidak sesuai dengan etika Syariah seperti bunga (riba), transaksi spekulatif (maysir), atau platform tanpa pengawasan etika. Penggunaan yang tidak hati-hati bisa membawa sistem ini ke dalam ranah yang bertentangan dengan prinsip muamalah. Oleh karena itu, regulasi yang berpihak pada etika sangat dibutuhkan.
  6. Keamanan dan Ketahanan Sistem
    Sebagai sistem berbasis teknologi digital, CBDC berpotensi menghadapi gangguan dari luar seperti serangan siber, peretasan, atau kegagalan sistem. Risiko ini tidak hanya menyasar sistem pusat, tetapi juga dompet digital milik individu.
    Dalam etika syariah, harta dianggap sebagai sesuatu yang wajib dijaga dan dilindungi. Maka, setiap sistem keuangan yang melibatkan publik harus memperhatikan aspek keamanan (amanah) dan perlindungan harta (hifz al-mal). Jika sistem tidak dibangun dengan ketahanan digital yang memadai, dan risiko peretasan menyebabkan hilangnya dana atau data pribadi, maka ini dapat menimbulkan kerugian yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan penghindaran madharat.
  7. Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas
    Dalam Etika Syariah, kebijakan keuangan harus berbasis pada prinsip maslahah (kemaslahatan umum) dan ’adl (keadilan). Penerapan CBDC yang tidak transparan dan tidak memiliki mekanisme audit terbuka akan rentan disalahgunakan. Sistem ini perlu dirancang secara partisipatif, dengan pengawasan dari berbagai lembaga independen, termasuk otoritas keuangan Syariah. Tanpa itu, risiko otoritarianisme digital bisa menjadi kenyataan.
    Dalam etika syariah, tanggung jawab atas kebijakan kolektif selalu melekat pada beberapa prinsip seperti, tidak menyusahkan tanpa sebab yang sah, tidak menutup jalan kebaikan, dan tidak menindas pihak yang lebih lemah. Prinsip-prinsip inilah yang bisa menjadi alat refleksi dalam pembangunan dan pengawasan sistem CBDC ke depan.

Penutup

Central Bank Digital Currency (CBDC) membawa harapan besar bagi efisiensi dan inklusi keuangan. Namun, inovasi ini juga menantang nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi dalam Syariah – seperti keadilan, tanggung jawab, dan perlindungan hak individu. Tanpa bermaksud menilai sistem ini secara mutlak, artikel ini mengajak semua pihak untuk menjadikan nilai-nilai etik sebagai bagian dari percakapan teknologis, agar modernisasi ekonomi berjalan seiring dengan tanggung jawab moral terhadap manusia dan masyarakat


Disclaimer!

Artikel ini ditulis untuk tujuan edukatif oleh penulis independen dan tidak mewakili pandangan resmi lembaga keagamaan dan lembaga profesi mana pun. Untuk kepastian hukum syariah, disarankan berkonsultasi langsung dengan ulama atau penasihat keuangan syariah yang anda percayai.

Share This Article: