Aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum, Solana, dan cryptocurrency lainnya kini menarik perhatian banyak kalangan, termasuk yang mempertimbangkan kesesuaiannya dengan prinsip syariah. Artikel ini mengulas secara objektif dari sisi etika, risiko, dan kehati-hatian finansial.

Dunia kripto seringkali dianggap sebagai wilayah abu-abu dalam hukum syariah. Namun sebenarnya, teknologi blockchain itu sendiri bersifat netral. Kuncinya terletak pada cara kita menggunakannya. Dalam artikel ini, kamu akan menemukan 6 panduan praktis agar investasi kripto tetap sesuai, dan penuh tanggung jawab.

Memahami Dasar Hukum Kripto

Menurut Investopedia, Teknologi blockchain dan cryptocurrency telah menjadi bagian dari lanskap keuangan digital yang terus berkembang. Walaupun berasal dari inovasi teknologi, penerapan keduanya memiliki konsekuensi yang perlu dikaji dari berbagai sudut pandang, termasuk etika dan hukum keuangan syariah. Pada dasarnya, blockchain sebagai teknologi tidak bertentangan dengan pendekatan syariah. Berikut adalah beberapa prinsip utama dari blockchain, antara lain,

  1. Desentralisasi
    Berbeda dengan sistem keuangan tradisional yang terpusat (misalnya bank atau institusi keuangan), blockchain tidak dikendalikan oleh satu entitas. Setiap peserta jaringan (node) memiliki salinan data yang sama, dan keputusan dicapai melalui konsensus.
  2. Transparansi
    Setiap transaksi yang terjadi pada blockchain dapat dilihat oleh seluruh peserta jaringan. Hal ini menciptakan akuntabilitas dan dapat mendukung prinsip transparansi dalam muamalah, selama informasi tetap digunakan dengan aman dan sesuai etika.
  3. Keamanan Melalui Kriptografi
    Blockchain menggunakan algoritma kriptografi untuk mengamankan data transaksi. Ini memastikan bahwa data tidak dapat dimanipulasi, dan hanya pihak yang memiliki otorisasi (private key) yang dapat mengakses aset mereka.
  4. Immutability (Tidak Bisa Diubah)
    Setelah suatu transaksi tercatat dalam blockchain dan divalidasi, data tersebut tidak bisa dihapus atau diubah secara sepihak. Ini mendukung prinsip keadilan dan perlindungan hak milik dalam keuangan syariah.
  5. Underlying (Dasar Penilaian Aset)
    Blockchain memiliki underlying non-fisik yang sah berupa teknologi kriptografi, kelangkaan digital (Bitcoin), serta jaringan desentralisasi yang transparan. Meskipun tidak ditopang oleh aset fisik seperti emas, teknologi blockchain berasal dari manfaat riilnya sebagai alat transaksi, penyimpan nilai (store of value), sarana pertukaran aset digital dan sistem keuangan alternatif yang adil.

    Berdasarkan Jurnal “Islamic Legal View on Buying and Selling Bitcoin” (Jurnal Ekonomi KIAT, Vol. 34 No. 2, 2023), pengakuan terhadap aset digital seperti cryptocurrency dalam perspektif syariah masih terbuka ruang ijtihadnya. Selama aset tersebut memiliki manfaat nyata, diakui secara sosial, dan bebas dari unsur keharaman, maka ia berpotensi diterima.
  6. Smart Contract (Kontrak Pintar)
    Beberapa blockchain (seperti Ethereum) memungkinkan dibuatnya kontrak otomatis yang mengeksekusi sendiri jika syarat tertentu terpenuhi. Ini dapat digunakan untuk menciptakan produk keuangan yang lebih transparan dan terotomatisasi—termasuk kemungkinan produk keuangan syariah digital.

6 Panduan Praktis untuk Investor

Pada dasarnya, blockchain sebagai teknologi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Namun, dalam praktiknya, terutama pada aset kripto masih terdapat sejumlah risiko yang dapat bersinggungan dengan nilai-nilai syariah, seperti potensi riba, ketidakpastian (gharar), spekulasi berlebihan, dan perjudian (maysir). Maka dari itu, berikut ini adalah panduan yang dapat dipertimbangkan sebagai acuan bagi investor.

  1. Gunakan untuk Transaksi Langsung (Bukan Pengganti Rupiah)
    Penggunaan cryptocurrency untuk transaksi langsung dapat dilakukan di negara yang mengizinkannya, misalnya menggunakan stablecoin untuk membeli barang atau jasa. Tujuan dari transaksi langsung ini adalah untuk meminimalkan dampak fluktuasi harga kripto dan memastikan komitmen penyelesaian transaksi dapat terpenuhi secara tepat waktu dan transparan. Namun, perlu ditegaskan bahwa,

    (Di Indonesia dan beberapa negara, cryptocurrency tidak diakui sebagai alat pembayaran sah)

    Dengan demikian, kripto tidak boleh menggantikan rupiah dalam transaksi harian di wilayah hukum Indonesia. Dalam pendekatan syariah, penggunaannya diperbolehkan selama dilakukan secara langsung, jelas, dan tidak mengandung unsur riba, gharar, atau penipuan. Maka dari itu, dalam konteks syariah dan regulasi di Indonesia, aset kripto lebih tepat diperlakukan sebagai aset digital atau komoditas

  2. Pahami Tujuan Investasi
    Volatilitas tinggi membuat aset kripto rentan disalahgunakan untuk spekulasi jangka pendek demi keuntungan instan. Praktik ini berisiko mengandung unsur gharar dan maysir (unsur spekulatif atau perjudian), yang tidak sejalan dengan pendekatan syariah. Investasi yang berdasarkan pendekatan syariah seharusnya memiliki tujuan yang jelas dan didasarkan pada pemahaman terhadap proyek, teknologi, serta analisis risiko yang matang. Pendekatan jangka panjang yang bijak lebih mendekati prinsip muamalah dibanding sekadar mengejar tren pasar. Investasi yang penuh kehati-hatian mencerminkan tanggung jawab dalam bermuamalah.
  3. Batasi Porsi dalam Portofolio
    Dalam prinsip syariah, kehati-hatian dalam mengelola kekayaan adalah bentuk tanggung jawab. Oleh karena itu, menempatkan aset kripto dalam portofolio, sebaiknya dilakukan secara proporsional dimulai dengan persentase minimal untuk menghindari risiko kerugian yang diluar dari kesanggupan. Batasan ini bertujuan untuk menghindari risiko berlebihan serta menjaga keseimbangan antara potensi keuntungan dan perlindungan terhadap kerugian.
  4. Lakukan Riset Sendiri (Do Your Own Research)
    Dalam prinsip syariah, keputusan finansial harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, sebelum berinvestasi dalam aset kripto, penting untuk melakukan riset mandiri terhadap tujuan dan manfaat proyek, teknologi dan kredibilitas tim pengembang, tokenomics dan model bisnis, dan risiko-risiko terkait syariah seperti riba, gharar, atau spekulasi tinggi.
  5. Ketahui Jenis dan Risiko Wallet
    Menjaga keamanan aset digital adalah bagian dari amanah. Dalam menyimpan kripto, pengguna perlu memahami perbedaan antara custodial wallet dan non-custodial wallet.
    Custodial wallet adalah dompet kripto yang disimpan oleh pihak ke-3, biasanya platform atau exchange tempat kamu membeli aset. Praktis, karena kamu tidak perlu repot mengatur sendiri, tapi ada risiko: jika platform diretas atau bangkrut, asetmu bisa ikut terdampak.
    Sedangkan, Non-custodial wallet berarti kamu memiliki kendali penuh atas aset yang dimiliki. Hanya kamu yang punya akses ke private key atau recovery phrase. Tapi, jika kunci ini hilang atau lupa, tidak ada cara untuk mengakses kembali aset tersebut. Pemahaman atas risiko ini membantu menjaga prinsip tanggung jawab dalam kepemilikan harta menurut syariah.
  6. Gunakan Exchange yang Resmi dan Terdaftar
    Di Indonesia, pengawasan aset kripto dan aset keuangan digital kini berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Sebelumnya, pengawasan dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Platform resmi umumnya memiliki standar keamanan, perlindungan konsumen, dan transparansi operasional yang lebih baik. Meskipun tidak secara otomatis menjadikan transaksi tersebut sesuai dengan pendekatan syariah, kepatuhan terhadap regulasi negara merupakan bagian dari prinsip muamalah dan menunjukkan itikad baik secara sah.

Status Hukum Kripto adalah Mubah (Tergantung Konteks, Niat, dan Cara Penggunaannya)

Di beberapa negara, salah satunya adalah Malaysia telah menyebutkan bahwa cryptocurrency bersifat mubah, artinya boleh digunakan selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Hukum penggunaan aset kripto bergantung pada konteks, niat, dan cara penggunaannya. Berikut adalah penetapan hukum yang harus dipertimbangkan, antara lain;

  • Fatwa ulama dan lembaga syariah yang kompeten
  • Dampak sosial dan ekonomi
  • Kesesuaian dengan maqashid syariah: keadilan, perlindungan hak milik, transparansi, dan kemaslahatan umum

Penutup

Cryptocurrency adalah bagian dari inovasi keuangan modern yang menghadirkan potensi dan tantangan. Bagi umat Muslim, penggunaannya dapat dipertimbangkan dari sudut syariah selama:

  • Tidak digunakan untuk transaksi yang bertentangan dengan prinsip halal
  • Tidak melanggar hukum yang berlaku di negara tempat tinggal 
  • Didampingi oleh pemahaman yang memadai serta kehati-hatian dalam pengelolaan harta

Dengan pendekatan yang cermat, etis, dan bertanggung jawab, aset kripto dapat dikaji sebagai bagian dari strategi keuangan modern yang tetap berpegang pada nilai-nilai muamalah. Keputusan akhir mengenai kesesuaian syariahnya tetap berada di tangan otoritas yang berwenang dan ahli di bidang fikih muamalah.

REFERENSI

Muneeza, Aishath, et al. “Zakat Payment from Cryptocurrencies and Crypto Assets.” International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 11 Oct. 2022, https://doi.org/10.1108/imefm-12-2021-0487.5

Hasan, Zulfikar, et al. “Islamic Legal View on Buying and Selling Bitcoin.” Jurnal Ekonomi KIAT, vol. 34, no. 2, 2023, p. 6. Accessed 14 July 2025.


Disclaimer!

Artikel ini ditulis untuk tujuan edukatif oleh penulis independen dan tidak mewakili pandangan resmi lembaga keagamaan dan lembaga profesi mana pun. Untuk kepastian hukum syariah, disarankan berkonsultasi langsung dengan ulama atau penasihat keuangan syariah yang kredibel

Share This Article: